Mari Menjadi Penggiat Pariwisata dan Masuk Surga Sama-Sama

Dihari ulang tahun Provinsi Bengkulu ke 50 ini, Bumi Rafflesia ingin mengajak kita mendekatkan diri kepada Tuhan dengan cara yang lebih baik dari pada kebut-kebutan di jalan umum tanpa safety.

Ini cuma Opini bebas, jadi siapa saja juga bebas untuk mengkritik artikel ini.

Hasil download juga..

Nah teman-teman Bumi Rafflesia yang saya cintai, sudah pada tau kan kalau di provinsi kita yang  hampir abis karena abrasi pantai ini menyimpan jutaan pesona yang sebenarnya layak jual..?

Kalau kalian belum tau, maka ada baiknya manfaatkan quota internet kalian untuk membrowsing wisata-wisata luar provinsi yang acap kali menjadi tujuan wisatawan baik domestik bahkan mancanegara. Jangan bilang Quota internet mahal yah, takut menyinggung perasaan para provider.

Padahal bedanya hanya terletak pada kenyataan bahwa wisata kita tidak dikelola dengan baik. Yah, kita harus akui itu.

Padahal lagi nih, wisata kemasyarakatan adalah pendongkrak perekonomian bangsa, akan sangat banyak peluang usaha yang akan tumbuh karena adanya wisata. Sebut saja perdagangan, pertanian, perikanan, kerajinan, makanan, minuman, transportasi, sanggar, bahkan ada isu dari teman yang menyiapkan 5 pintu toilet di salah satu objek wisata di Bandung, Dia bisa mengumpulkan uang antara Rp 300.000 sampai dengan Rp. 1000.000 perhari sambil maen ML bareng temannya yang satu profesi, Satpam WC.

Apa Bali sangat bagus..?

Menurutku enggak juga, bahkan cenderung aku menilainya sebagai “biasa saja”. Tapi, Bali memang sangat kompleks. Bali bisa memadukan keindahan alamnya dengan seni, dengan budayanya, dengan kreatifitasnya, dengan kejujurannya.

Apa yang kita cari saat kita bertamasya..?, tentunya ketenangan dan kenyamanan. Bagaimana kita bisa betah disuatu tempat bila hati kita was-was, ga mau jauh-jauh dari motor takut motor ilang misalnya, atau takut mandi mikirin topi andalan misalnya, atau merasa risih karena orang-orang yang ga ramah. Yah, seperti itu juga orang lain.

Sejujurnya, Provinsi Bengkulu memiliki kultur budaya yang juga layak jual seandainya bisa dipertahankan, tabot hanya sebuah misal saja. Padahal kita punya sedikitnya 7 rumpun suku bangsa yang ikut memperkaya khasanah daerah. Rejang misalnya, Pekal, Serawai, Lembak, Enggano, dan sebagainya. Yang kesemuanya memiliki tarian, ukiran, rumah adat, makanan khas, dan ragam budaya kesenian tradisional lainnya.

Bahkan Provinsi Bengkulu dewasa ini juga telah diperkaya dengan kesenian budaya Indonesia lainnya, sebut saja Bali, yang juga dengan susah payah dipertahankan oleh segelintir orang Bali yang perduli dengan warisan leluhurnya. Reog juga ada di Provinsi Bengkulu, Kuda Lumping, Canangan, Wayang, Barong Sai, dan sebagainya.

Tapi memang harus diakui, modal untuk menampilkan sebuah pertunjukan tradisional itu sepertinya memang ribet dan mahal.

Kita sebagai putra-putri Bengkulu saja kesulitan mendapatkan kesempatan menyaksikan pertunjukan budaya daerah kita. Bagaimana budaya kita akan dikenal orang..?

Orang Rejang punya “Kejai” yang sudah jarang terdengar, karena mahal dan merepotkan. Begitu juga dengan Junjung juawadah, dari Bengkulu Selatan dan sebagainya.

Bahkan, cerita leluhur yang dahulu diceritakan turun temurun sudah banyak yang terputus. Yang tua sudah lupa, yang muda belum pernah mendengar cerita utuhnya.

Saat keadaan kita yang menurutku sangat rawan identitas ini, Pemerintah Provinsi Bengkulu mencanangkan Wonderfull Bengkulu 2020. Entah apa yang pemerintah provinsi lakukan untuk mewujudkan programnya tersebut, tapi menurutku, itu urusan mereka, aku bahkan tidak tau apa yang harus aku lakukan agar 2020 Bengkulu benar-benar wonderful.

Tapi, kembali ke topik awal, Wisata..!!!

Dengan wisata perekonomian bangsa kita akan terangkat, pola fikir kita akan lebih berkembang, dan akan membuat kita peduli, lebih dari itu, kita akan dicatat malaikat sebagai hamba yang ramah, Insya Allah.

Karena dengan usaha menjadikan tempat kita sebagai tujuan wisata, tentu kita akan berlomba-lomba agar menjadikan suasana yang lebih baik, memiliki ciri khas yang unik, memposting yang baik-baik, dan membaca yang bisa membuat kita lebih baik.

Biarkan saja jalanan kita  belum tersentuh pembangunan, biarkan saja harga komuditi pertanian dan perkebunan kita kandas. Tapi jangan biarkan identitas kita tergilas, sehingga kita menjadi bagian dari bangsa yang tak diakui memiliki tanah air.

Aku menawarkan beberapa opsi,
  1. Perkenalkan diri kalian bersama kearifan lokal yang kalian ketahui, potensi wisata misalnya, adat-istiadat, bunga langka, air terjun, pantai, abrasi, padang rumput, seni budaya, kuliner, dan sebagainya,
  2. Manfaatkan media sosial untuk secara langsung ataupun tidak secara langsung dalam usaha memperkenalkan kearifan lokal yang ingin kamu perkenalkan,
  3. Fasilitasi apabila ada yang bermaksud mengunjungi potensi yang kamu miliki.
Kita Tidak Akan Pernah Tau Seberapa Mahal Kita Bisa Menjual Daerah Kita Melalaui Daya Tarik Wisata,

TAPI KITA IKUTAN LATAH, SAAT MENDENGAR PEMERINTAH MENJUAL PULAU TERLUAR..?
Dengan begitu secara tidak langsung kita membantu pemerintah kita untuk membuat kebijakan, walaupun kebijakannya belum untuk potensi yang kita sampaikan, setidaknya itu telah memberi informasi kepada khalayak ramai bahwa ada yang bisa kami hubungi bila ingin mengunjungi destinasi yang kalian publikasikan.

Karena ternyata, masih sangat banyak potensi kekayaan negeri yang kita diami ini yang masih menunggu untuk diperdulikan.

Media Sosial
salah satu sarana publikasi destinasi wisata
Sebut saja misalnya beberapa bulan yang lalu, beberapa pemuda penghobi mancing menemukan lokasi yang diduga sebagai bunker tentara Belanda lengkap dengan helypadnya, suasananya sejuk, panoramanya indah dan banyak ikannya tak jauh dari desa Gembung kecamatan Pinang Raya Bengkulu Utara.

Di Seginim, Bengkulu Selatan, ditemukan habitat baru Bunga Rafflesia Bengkuluensis, dan masih banyak lagi kekayaan kita yang sebenarnya bernilai jual apabila mulai kita kelola.

Jangankan dapat dijangkau dengan kendaraan, hanya dapat dijangkau dengan jalan kaki saja dapat mengundang banyak pengunjung bila ketenangan pengunjung menjadi jaminan kita. Jaminan keamanan kendaraan, jaminan tidak kelaparan, jaminan tidak ada gangguan dari orang jahat. Dan aku juga yakin mereka mau untuk membayar jasa-jasa jaminan yang kita tawarkan tersebut.

Bila kita hanya menunggu pemerintah, pegawai di semua kantor pemerintahan saat ini saja sebagaian besar kurang tenaga, tapi tidak bisa menambah tenaga karena kekurangan anggaran. Bagaimana mungkin pejabat pemerintah bisa menugaskan pegawainya di destinasi yang kita punya..?

Baca Juga:

Apa masalah yang menjadi kendala perjuanganmu membangun kepariwisataan daerahmu..?

Pertanyaan ini memang selalu menjadikan beberapa dari rencana kita menimbulkan titik kebuntuan, betapa sakitnya saat pertanyaan itu terlontar, alam bawah sadar kita langsung dikuasai ingatan-ingatan yang memaksa agar kita berfikir negatif.

Jaringan Internet
Akan Membantu kita memperkenalkan destinasi yang ada ke seluruh penjuru dunia
Saat pertanyaan itu terlontar, alam bawah sadar kita secepat 2000 mbps menampilkan visual saat-saat kita diremehkan dengan pernyataan “Mana mungkin bisa..!” yang juga bisa jadi terlontar dari sahabat yang paling kita harapkan bantuannya.

Bahkan, akan lebih sangat menyakitkan bila dukungan yang kita harapkan dari pemerintah tidak mendapatkan respon seperti yang kita inginkan. Padahal, kita datang bukan untuk meminta uang, kita datang hanya sekedar menyampaikan pemberitahuan bahwa ada potensi wisata yang sedang kita usahakan pengelolaannya.

Lebih menyakitkan dari itu semua, saat kita memerlukan dukungan dari keluarga, dari orang terdekat, kita mendapatkan keluh kesah mereka dengan keadaan perekonomian keluarga yang serba kekurangan. Mereka secara tidak langsung mengatakan “Hidup ini perlu uang..” Dan perjuangan ke-pariwisataan kita malah membuatnya semakin rumit, karena masih membutuhkan banyak pengorbanan.

Yah, di Provinsi Bengkulu permasalahannya hampir sama, masalah utamanya dana.

Mungkin kita butuh Inspirasi Tambahan
Hanya saja para Pioneer KPA Margapala pernah tidak menjadikan dana sebagai masalah, saat itu, wisata keluarga yang mereka inisiasi sempat menjadikan Margapala sebagai salah satu organisasi yang memiliki pasokan dana dari sumbangan sukarela pengunjung Wisata Alam Curug Tik Baes dan Wisata Edukasi Cagar Rafflesia Margapala yang mereka publikasikan.

KPA Margapala membuktikan, “Dana” bukanlah satu-satunya kebutuhan untuk awal perjuangan, dana juga bisa menjadi penjegal perjuangan.

Entah dengan alasan apa orang-orang yang tidak ikut memperjuangan inisiasi wisata tersebut mempertanyakan dana yang Margapala kumpulkan. Namun pertanyaan bagaimana mereka berjuang tidak pernah muncul kepermukaan. Sehingga untuk meredam gejolak, pemerintah desa Kuro Tidur dengan sangat terpaksa menghentikan kegiatan yang sangat mereka dukung.

Permasalahan ini juga hampir berlaku sama diseluruh wilayah Provinsi Bengkulu, bahkan juga menyentuh ke-pariwisata-an yang bukan berbasis kemasyarakatan dengan dana yang terbatas. Padahal, pengelola destinasinya hanya memungut kontribusi Rp 2.000 untuk kebersihan.

Yang sebenarnya Rp 2.000 itu tidak menjadi masalah bagi pengunjungnya, tapi cukup merepotkan beberapa orang yang menginginkan jatah bagian. Orang-orang yang siap repot itu mengangkat isu “Pungli” dan sebagainya, bila belum berhasil, orang-orang model ini memang siap repot demi merepotkan orang lain. Yang sebenarnya juga mudah menanganinya kalau tidak mau repot, beri mereka sedikit jatah.

Tapi bagaimana mungkin pemberian “Jatah” kepada orang-orang seperti itu bisa dilakukan leluasa oleh pemimpin organisasi kecil..?, tentu menjadi simalakama dan bisa menjadi boomerang yang menyerang pemimpin organisasi tersebut bila diketahui anggotanya yang paham betul pendidikan moral di bangku sekolah yang belum tercemar iplementasi keadaan sosial kita yang sebenarnya. 

Apakah masalahmu juga demikian..?

Bila itu semua telah menguasai alam bawah sadarmu, maka berdo’alah agar generasi setelahmu tidak berfikiran sama sepertimu. Bantulah mereka, dan do’akan perjuangan mereka. Beri mereka support sesuai kemampuanmu, dan jangan pernah tanyakan sesuatu yang membuat alam bawah sadar mereka menampilkan visual negatif seperti yang menguasaimu.

Kenapa artikel ini saya beri judul Mari Menjadi Penggiat Pariwisata dan Masuk Surga Sama-Sama..?

Seperti yang sudah diulas sebelumnya di awal, pariwisata dewasa ini secara bertahap menciptakan karakter bangsa yang lebih ber-Iman. Daerah yang menggiatkan ke-pariwisata-an tentunya akan berusaha untuk memiliki daya tarik bagi pengunjung, segala segi yang baik-baik akan diupayakan, keindahan, keramahan, keamanan, sehingga pengunjung merasa nyaman.

Lawan dari itu semua, segala sesuatu yang akan menjadi up negatif akan selalu diredam oleh daerah yang berusaha menarik kesan pengunjung. Bukankah membicarakan aib adalah dosa..?

Keindahan


Keindahan disini bukan berarti kemegahan, tapi lebih kepada suasana yang asri sehingga menampilkan aura ke-asri-an. Salah satu pendukung keindahan adalah kebersihan, ingat, “kebersihan adalah sebagian dari iman”. Dan, Tuhan juga menyukai yang indah-indah.

Sehingga, penggiat pariwisata tentu juga akan mengkampanyekan segala aspek untuk mendukung keindahan objek wisata, salah satunya kebersihan dan ke asrian. “Pahala orang yang mengajak kepada kebaikan dihitung sama dengan pahala yang mengajak tanpa mengurangi pahala orang yang melakukan kebaikan yang diajaknya.” Juga begitu sebaliknya. “Dosa orang yang mengajak kepada keburukan dihitung sama dengan dosa yang mengajak tanpa mengurangi dosa orang yang melakukan keburukan yang diajaknya”.

Keramahan


Penggerak kepariwisataan tentunya akan mensosialisasikan betapa berperannya keramahan warga suatu daerah. Tuhan menyukai hambanya yang ramah, dan tidak menyukai hambanya yang angkuh.


Keamanan



Begitu juga dengan keamanan, tentunya destinasi wisata yang tidak aman akan ditinggalkan para pengunjung, dan berita negatif mengenai keamanan akan cepat sekali tersebar. Sehingga kemanan juga merupakan kebutuhan mutlak yang pengunjung butuhkan, dan penggiat pariwisata tentunya akan berusaha memberikan pelayanan keamanan ini dengan sebaik mungkin.

Bukankah Tuhan juga menyukai orang-orang yang melakukan kebaikan dan berusaha mencegah kemunkaran..?

Bukankah Bengkulu juga bisa mewujudkan itu semua..?
Lalu apa lagi..!?

Bila destinasi yang kita tampilkan memiliki keindahan, dihuni oleh orang-orang yang ramah dan terjamin keamanannya, akan menjadi lebih menarik dari pada destinasi yang mungkin lebih megah dan mewah serta memiliki berbagai fasilitas, namun tidak memiliki salah satu dari tiga komponen penting tersebut.

Karena itu saya yakin betul, tidak ada yang salah dengan judul artikel ini.

Bagaimana dengan destinasi yang ada di dekatmu, apakah sudah memiliki pengunjung..?

Mari Menjadi Penggiat Pariwisata dan Masuk Surga Sama-Sama Mari Menjadi Penggiat Pariwisata dan Masuk Surga Sama-Sama Reviewed by Ipit Kalamintoena on 02.53 Rating: 5

Kura-Kura Bintang, Hewan Eksotis Bengkulu Utara

"Kura-kura Duri atau disebut juga Kura-kura Matahari (Heosemys spinosa) adalah salah satu reptil langka Indonesia. Kura-kura dari famili Geoemydidae ini menyandang status Endangered (Terancam) dalam Daftar Merah IUCN. Populasi Kura-kura Duri (Kura-kura Matahari) di habitat aslinya semakin berkurang. Namun sebaliknya malah marak dipelihara oleh penghobi reptil.
Kura-kura Bintang Tik Akia
Jalur I KPA Margapala Wisata Ringan Lereng Bukit Barisan yang belum dibuka untuk umum hingga sekarang
Nama latin hewan yang dikenal sebagai Kura-kura Duri ini adalah Heosemys spinosa (Gray, 1831). Mempunyai nama sinonim Emys spinosa Duméril & Bibron, 1835 dan Geoemyda spinosa Gray, 1873. Dalam bahasa Inggris dikenal dengan beberapa nama seperti Spiny Terrapin, Spiny Turtle, Cogwheel Turtle, dan Sunburst Turtle."

Demikianlah yang ditulis sebagai pengantar pembahasan Kura-kura Duri oleh alamendah.org.

Dalam bahasa Inggris saja dikenal dengan beberapa nama, bukan bermaksud untuk menyaingi, ternyata di Bengkulu Utara khususnya desa Kuro tidur juga memiliki panggilan sendiri untuk simungil yang sudah sangat jarang bisa ditemui ini. Wajar saja bila IUCN menyatakannya sebagai Endangered dalam daftar merah.

Pertama kali penulis mengetahui keberadaan si mungil berduri ini dari Tim Ekspedisi KPA Margapala dalam Misi Eksplorer Basic yang dilaksanakan di awal tahun 2016. Canggih Prasetya, Ketua KPA sekaligus ketua tim Ekspedisi kala itu menyampaikan penemuannya tersebut di sungai Tik Akia yang sekarang oleh KPA Margapala diberi nama Jalur I Kura-Kura Bintang untuk mengenang Ekspedisi mereka yang menghabiskan 3 hari 3 malam demi mendapatkan data kearifan lokal yang menjadi basis mereka.

Namun sangat disayangkan Hingga sekarang KPA Margapala belum bisa menentukan dimana tepatnya yang menjadi habitat Kura-kura Duri atau disebut juga Kura-kura Matahari (Heosemys spinosa) ini, sehingga sampai dengan sekarang Jalur I belum dibuka untuk umum. Sehingga kebun pisang hutan, beberapa air terjun dan spot Batu Menelan Banyu belum bisa disaksikan sebebas ke 3 jalur Margapala lainnya.

Dalam bahasa rejang, Kura-kura Bintang ini disebut tinit, menurut cerita legenda Tik Baes, asal muasalnya dari senjata penjaga curug 9 yang ketumpahan air kehidupan milik bidadari selendang hijau saat kelompok bidadari itu diserang oleh para penjaga curug 9.

Ukuran karapas Kura-kura Bintang (Spiny Turtle) yang ditemukan tim ekspedisi KPA Margapala waktu itu hanya selebar telapak tangan. Berat tubuhnya sekitar 1 kg. Karapas berwarna coklat agak kemerahan. Kepala berwarna coklat kehitaman, bergaris merah samar dibagian tepinya.


Kura-kura Bintang menurut alamendah.org adalah hewan asli Indonesia. Yang sebarannya hampir mencakup seluruh hutan tropis Sumatera dan Kalimantan di Indonesia, Malaysia, Singapura, Brunei Darussalam, Filipina, dan Thailand. Di Indonesia bisa dijumpai di Sumatera, Kalimantan, dan pulau-pulau kecil di sekitarnya termasuk kepulauan Bangka Belitung, Kepulauan Riau, Kepulauan Natuna, dan beberapa pulau di Nias.

Tapi menurut wikipedia.org, Kura-kura Bintang ini disebut juga Kura-kura bergerigi dan penyebarannya meliputi dari India bagian utara, Bangladesh, Burma, Cina, Kamboja, Vietnam, Thailand, Semenanjung Malaya, Indonesia dan Filipina. Di Indonesia didapati di Mentawai, Sumatra, Kalimantan, Jawa, dan Bali.

Tapi, gambar yang ditampilkan oleh wikipedia tersebut sangat berbeda dengan Kura-kura Bintang. Jadi, saya anggap tidak sama. Berikut tampilan Kura-kura bergerigi yang ditampilkan wikipedia tersebut.
Kura-kura Bergerigi Versi wikipedia.org
Gambar Kura-kura Bergerigi Versi wikipedia.org
Sebagian besar Kura-kura adalah semi akuatik, jadi daerah perbukitan dengan sungai kecil merupakan habitat yang paling cocok untuk kura-kura. Dan patut disukuri, selain terdapat berbagai jenis pacat tanah dan pacat batang, topografi Kabupaten Bengkulu Utara juga menjadi tempat yang baik untuk kehidupan Kura-kura unik ini.

Klasifikasi Ilmiah Kura-kura Bintang (Gray, 1831)

Dokumentasi KPA Margapala Ekspedisi Eksplorasi Basic Jalur I
Kura-kura Bintang
Kerajaan: Animalia
Filum: Chordata
Kelas: Reptilia
Ordo: Testudines
Famili: Geoemydidae
Genus: Heosemys
Spesies: Heosemys spinosa





Oyah, keberadaan Kura-kura Bintang ini juga pernah ditemukan oleh warga di desa Karang Anyar kota Argamakmur beberapa tahun silam, namun saat ini tidak ada lagi kabar keberadaannya.


Entah kenapa reptil yang sudah terancam punah ini belum terdaftar kedalam PERATURAN MENTERI LINGKUNGAN HIDUP DAN KEHUTANAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR P.20/MENLHK/SETJEN/KUM.1/6/2018 TENTANG JENIS TUMBUHAN DAN SATWA YANG DILINDUNGI. Atau mungkin, sebenarnya hewan ini masih banyak, hanya saja kurang ter-ekspose sehingga IUCN (International Union for Conservation of Nature and Natural Resources) memasukkannya kedalam daftar merah.

Namun demikian, mereka (Kura-kura Bintang) yang berada di jalur I Margapala bisa bernafas lega, karena tetua desa Kuro Tidur sangat melindungi keberadaan mereka. Yups, perlindungan ini memang sudah diketahui oleh generasai muda yang tidak percaya mitos, dongeng, bahkan nasehat yang mereka anggap tabu dan kuno. Tapi setidaknya saat ini mereka belum membuka lahan yang menurut tetua merupakan tempat favorit si-Mungil yang tragis ini.

Semoga keberadaan dan peradaban kita tidak menyempitkan ruang gerak mahluk lainnya. Aamiin..

Dan, bila pembaca ber-inisitif untuk melakukan perjalan ekspedisi untuk melihat langsung si Kura-kura Bintang ini di habitatnya, anda bisa menghubungi para pioneer KPA Margapala di account facebook resmi mereka Kpa Margapala. Untuk kontak person mereka bisa dilihat dipostingan Bumi Rafflesia sebelumnya pada artikel Wisata Ringan Lereng Bukit Barisan (WRLBB).

Perlu diketahui, secara umum KPA Margapala membuat 4 jalur sebagai tujuan wisata alam di basis mereka dengan sebutan Wisata Ringan Lereng Bukit Barisan atau disingkat WRLBB,  pengelolaannya didaftarkan kepada Dinas Pariwisata Kabupaten Bengkulu Utara sebagai Pokdarwis Wana Bhakti. Dan saat ini telah resmi Kelompok pengelola wisata Tik Baes kawasan hutan kelola masyarakat dibawah Binaan Dinas Kehutanan Provinsi Bengkulu. Kelompok jalur lain segera menyusul.

RIBET..?
Easy guys, semua itu hanya untuk memenuhi administrasi yang disesuaikan dengan tuntunan perundang-undangan, pada kenyataannya, pengelolaannya tetap oleh sahabat alam lestari kita, KPA Margapala.

Untuk diketahui bersama, UU negara kita mengharuskan pengelolaan wisata kemasyarakatan dikelola oleh Kelompok Sadar Wisata yang bahasa gaulnya disebut POKDARWIS. Memenuhi tuntunan itu, KPA Margapala membentuk POKDARWIS Wana Bhakti dusun IV Desa Kuro Tidur.

Oleh karena sebagian besar lokasi Wisata Ringan Lereng Bukit Barisan yang KPA Margapala kelola merupakan kawasan hutan, maka disesuaikan juga untuk memenuhi tuntunan perundangan mengenai pengelolaan hutan. Dan bukan tidak mungkin, setelah ini akan bermunculan kelompok-kelompok baru lagi demi menyesuaikan tuntunan tersebut, misalnya, pengelolaan aset pemerintah seperti Bendungan DAM Air Lais, Soufenir, Kuliner, dan sebagainya yang juga perlu perlindungan perundangan negara Indonesia.

Walaupun orangnya itu-itu juga. Hehehe,,,
Semoga Warga Bengkulu Utara khususnya bisa menghargai dedikasi yang KPA Margapala perjuangkan. Karena masih sangat sedikit yang mau menghargai perjuangan kelompok kecil di ujung peradaban itu.

Berikut rute Menuju Pos Pokdarwis Wana Bhakti Dari Kota Arga Makmur

Bundaran >> Pasar Purwodadi >> Simpang Dwi Guna (Belok Kanan) >> Simpang 4 Karang Indah (Lurus) >> Simpang 4 Perumnas (Lurus) >> (Melewati SKB, SD/SMP IT, MIN)>> Simpang MAN (Belok Kanan) >> Simpang SMEA (Belok Kiri, Arah Padang Jaya) >> (Melewati SMEA, Jembatan Air Nokan, Desa Senali, Jembatan Air Lais)>> Simpang Kuro Tidur (Belok Kanan Menuju DAM, Melewati Desa Kuro Tidur, Desa Sidu Luhur, Jembatan Irigasi Siring Skunder)>> Simpang 3 PU (Belok Kanan) >> Bendungan Air Lais >> Dusun IV Kuro Tidur>> Simpang 3 pertama belok kanan menaiki tebing, Posko +/- 10 M sebelah kanan setelah Masjid Nur Iman.


Demikian ulasan Kura-kura Bintang, Hewan Eksotis Bengkulu Utara versi Bumi Rafflesia kali ini. Bila ada kritik, saran dan masukan silahkan dituangkan di kolom komentar yang tersedia, juga pertanyaan. Atau dapat langsung menghubungi Piooner KPA Margapala di tautan Wisata Ringan Lereng Bukit Barisan dan melalui account facebook resmi mereka.

Sekian,
Wassalamualaikum Warahmatullahi wabarakatuh.
Kura-Kura Bintang, Hewan Eksotis Bengkulu Utara Kura-Kura Bintang, Hewan Eksotis Bengkulu Utara Reviewed by Ipit Kalamintoena on 09.14 Rating: 5

Si Blantan, Rafflesia Bintang Yang Terjaga di Bengkulu Utara

Hai,,
Assalamualaikum Warahmatullahi Wabarakatuh..

Teman-teman udah pernah dengar nama Rafflesia Bintang..?
Udah pernah liat mekarnya seperti apa..?

Spot Gerbang Rimba Margapala Tik Baes
Bunga Rafflesia Bintang yang tumbuh dari tetrastigma yang terkubur dibawah tanah.
Iya, Puspa langka satu ini emang lebih langka dari pada sepupunya, Rafflesia Gadutensis dan sebagainya, saat ini hampir sama langkanya dengan Rafflesia Arnoldi. Rafflesia Bintang ini nama kampungnya adalah Rhizantes Deceptor, keren gak tuh nama..?

Rafflesia Bintang ini cuma famili dari Rafflesia yang sesungguhnya, familian karena sama-sama tumbuh pada inang yang ditumpanginya, yang disebut tetrastigma. Sehingga saya maklum bila beberapa sumber menyatakan seluruh jenis Rafflesia adalah tumbuhan parasit. Bagaimana tidak, tidak punya daun, hanya memiliki akar semu yang tertancap di dalam tetrastigmanya tapi bisa hidup walaupun tidak berumur panjang. Sehingga menurutku tidak terlalu merugikan bagi tumbuhan inangnya.

Yups, Tidak ada Inang Rafflesia Yang Harus Mati Karena Mempertahankan Keberadaan Rafflesia di Tubuhnya.

Indonesia pernah kehilangan Rafflesia Bintang ini setelah dilaporkan mekar pada tahun 2012 di bukit daun Kecamatan Taba Penanjung Kabupaten Bengkulu Tengah. Namun pada tahun 2016 Kelompok Pecinta Alam (KPA) MARGAPALA kembali menemukan keberadaanya di Curug Tik Baes. Sekarang telah ditemukan 3 spot Rafflesia Bintang disana. Dan masih ada satu spot lagi di Tik Dien.

Nama Rafflesia Bintang disematkan oleh anggota KPA Margapala yang saat itu tidak mengetahui bunga temuanya tersebut. Dia adalah Hery Purnawan, yang kemudian menjadi Koordinator Pengelolaan Tik Baes bersama rekannya Nurdin setelah KPA Margapala membentuk Kelompok Sadar Wisata (POKDARWIS) atas bimbingan Dinas Pemuda Olah Raga dan Pariwisata Kabupaten Bengkulu Utara pada desember 2016.

Rafflesia Bintang Gerbang Rimba Margapala Curug Tik Baes
Bonggol Rafflesia Bintang
Rafflesia Bintang pada saat masih bonggol berbentuk bulat telur sebesar telur ayam berwarna orange agak gelap. Saat varigon, warnanya menjadi lebih metalik. Dan saat mekar berwarna putih dan bentuk sebenarnya hampir menyerupai laba-laba. Hampir loh ya..

Selanjutnya, Rafflesia Bintang ini juga dikenal dengan nama Si Blantan, ga jelas juga sih siapa yang memberikan nama itu. Tapi setidaknya pernah terbaca begitu di media sosial dan media berita Online.

Rafflesia Bintang

Okkey, itulah sekelumit tentang Rafflesia Bintang yang bernama ilmiah Rhizantes Deceptor ini. Dengan ini kami sampaikan keberadaanya masih lestari di Provinsi Bengkulu, untuk Informasi, biasanya Rafflesia Bintang di Tik Baes mekar setiap hari selasa dan Jum'at, namun tidak berumur panjang. Ia mulai berubah warna menghitam setelah 2 hari, dan hari ke 4 ia sudah membusuk.

Salam Margapala, Menuju Alam Lestari..

Wassalamualaikum Warahmatullahi Wabarakatuh..

Rafflesia Bintang Tik Baes spot Batu Meja
Rafflesia Bintang yang tumbuh pada tetrastigma di atas permukaan tanah.
Klasifikasi Rizantes Deceptor
Klasifikasi Rhizantes Deceptor.
Sumber: Wikipedia.com



Si Blantan, Rafflesia Bintang Yang Terjaga di Bengkulu Utara Si Blantan, Rafflesia Bintang Yang Terjaga di Bengkulu Utara Reviewed by Ipit Kalamintoena on 01.44 Rating: 5

Diberdayakan oleh Blogger.