Mari Menjadi Penggiat Pariwisata dan Masuk Surga Sama-Sama

Dihari ulang tahun Provinsi Bengkulu ke 50 ini, Bumi Rafflesia ingin mengajak kita mendekatkan diri kepada Tuhan dengan cara yang lebih baik dari pada kebut-kebutan di jalan umum tanpa safety.

Ini cuma Opini bebas, jadi siapa saja juga bebas untuk mengkritik artikel ini.

Hasil download juga..

Nah teman-teman Bumi Rafflesia yang saya cintai, sudah pada tau kan kalau di provinsi kita yang  hampir abis karena abrasi pantai ini menyimpan jutaan pesona yang sebenarnya layak jual..?

Kalau kalian belum tau, maka ada baiknya manfaatkan quota internet kalian untuk membrowsing wisata-wisata luar provinsi yang acap kali menjadi tujuan wisatawan baik domestik bahkan mancanegara. Jangan bilang Quota internet mahal yah, takut menyinggung perasaan para provider.

Padahal bedanya hanya terletak pada kenyataan bahwa wisata kita tidak dikelola dengan baik. Yah, kita harus akui itu.

Padahal lagi nih, wisata kemasyarakatan adalah pendongkrak perekonomian bangsa, akan sangat banyak peluang usaha yang akan tumbuh karena adanya wisata. Sebut saja perdagangan, pertanian, perikanan, kerajinan, makanan, minuman, transportasi, sanggar, bahkan ada isu dari teman yang menyiapkan 5 pintu toilet di salah satu objek wisata di Bandung, Dia bisa mengumpulkan uang antara Rp 300.000 sampai dengan Rp. 1000.000 perhari sambil maen ML bareng temannya yang satu profesi, Satpam WC.

Apa Bali sangat bagus..?

Menurutku enggak juga, bahkan cenderung aku menilainya sebagai “biasa saja”. Tapi, Bali memang sangat kompleks. Bali bisa memadukan keindahan alamnya dengan seni, dengan budayanya, dengan kreatifitasnya, dengan kejujurannya.

Apa yang kita cari saat kita bertamasya..?, tentunya ketenangan dan kenyamanan. Bagaimana kita bisa betah disuatu tempat bila hati kita was-was, ga mau jauh-jauh dari motor takut motor ilang misalnya, atau takut mandi mikirin topi andalan misalnya, atau merasa risih karena orang-orang yang ga ramah. Yah, seperti itu juga orang lain.

Sejujurnya, Provinsi Bengkulu memiliki kultur budaya yang juga layak jual seandainya bisa dipertahankan, tabot hanya sebuah misal saja. Padahal kita punya sedikitnya 7 rumpun suku bangsa yang ikut memperkaya khasanah daerah. Rejang misalnya, Pekal, Serawai, Lembak, Enggano, dan sebagainya. Yang kesemuanya memiliki tarian, ukiran, rumah adat, makanan khas, dan ragam budaya kesenian tradisional lainnya.

Bahkan Provinsi Bengkulu dewasa ini juga telah diperkaya dengan kesenian budaya Indonesia lainnya, sebut saja Bali, yang juga dengan susah payah dipertahankan oleh segelintir orang Bali yang perduli dengan warisan leluhurnya. Reog juga ada di Provinsi Bengkulu, Kuda Lumping, Canangan, Wayang, Barong Sai, dan sebagainya.

Tapi memang harus diakui, modal untuk menampilkan sebuah pertunjukan tradisional itu sepertinya memang ribet dan mahal.

Kita sebagai putra-putri Bengkulu saja kesulitan mendapatkan kesempatan menyaksikan pertunjukan budaya daerah kita. Bagaimana budaya kita akan dikenal orang..?

Orang Rejang punya “Kejai” yang sudah jarang terdengar, karena mahal dan merepotkan. Begitu juga dengan Junjung juawadah, dari Bengkulu Selatan dan sebagainya.

Bahkan, cerita leluhur yang dahulu diceritakan turun temurun sudah banyak yang terputus. Yang tua sudah lupa, yang muda belum pernah mendengar cerita utuhnya.

Saat keadaan kita yang menurutku sangat rawan identitas ini, Pemerintah Provinsi Bengkulu mencanangkan Wonderfull Bengkulu 2020. Entah apa yang pemerintah provinsi lakukan untuk mewujudkan programnya tersebut, tapi menurutku, itu urusan mereka, aku bahkan tidak tau apa yang harus aku lakukan agar 2020 Bengkulu benar-benar wonderful.

Tapi, kembali ke topik awal, Wisata..!!!

Dengan wisata perekonomian bangsa kita akan terangkat, pola fikir kita akan lebih berkembang, dan akan membuat kita peduli, lebih dari itu, kita akan dicatat malaikat sebagai hamba yang ramah, Insya Allah.

Karena dengan usaha menjadikan tempat kita sebagai tujuan wisata, tentu kita akan berlomba-lomba agar menjadikan suasana yang lebih baik, memiliki ciri khas yang unik, memposting yang baik-baik, dan membaca yang bisa membuat kita lebih baik.

Biarkan saja jalanan kita  belum tersentuh pembangunan, biarkan saja harga komuditi pertanian dan perkebunan kita kandas. Tapi jangan biarkan identitas kita tergilas, sehingga kita menjadi bagian dari bangsa yang tak diakui memiliki tanah air.

Aku menawarkan beberapa opsi,
  1. Perkenalkan diri kalian bersama kearifan lokal yang kalian ketahui, potensi wisata misalnya, adat-istiadat, bunga langka, air terjun, pantai, abrasi, padang rumput, seni budaya, kuliner, dan sebagainya,
  2. Manfaatkan media sosial untuk secara langsung ataupun tidak secara langsung dalam usaha memperkenalkan kearifan lokal yang ingin kamu perkenalkan,
  3. Fasilitasi apabila ada yang bermaksud mengunjungi potensi yang kamu miliki.
Kita Tidak Akan Pernah Tau Seberapa Mahal Kita Bisa Menjual Daerah Kita Melalaui Daya Tarik Wisata,

TAPI KITA IKUTAN LATAH, SAAT MENDENGAR PEMERINTAH MENJUAL PULAU TERLUAR..?
Dengan begitu secara tidak langsung kita membantu pemerintah kita untuk membuat kebijakan, walaupun kebijakannya belum untuk potensi yang kita sampaikan, setidaknya itu telah memberi informasi kepada khalayak ramai bahwa ada yang bisa kami hubungi bila ingin mengunjungi destinasi yang kalian publikasikan.

Karena ternyata, masih sangat banyak potensi kekayaan negeri yang kita diami ini yang masih menunggu untuk diperdulikan.

Media Sosial
salah satu sarana publikasi destinasi wisata
Sebut saja misalnya beberapa bulan yang lalu, beberapa pemuda penghobi mancing menemukan lokasi yang diduga sebagai bunker tentara Belanda lengkap dengan helypadnya, suasananya sejuk, panoramanya indah dan banyak ikannya tak jauh dari desa Gembung kecamatan Pinang Raya Bengkulu Utara.

Di Seginim, Bengkulu Selatan, ditemukan habitat baru Bunga Rafflesia Bengkuluensis, dan masih banyak lagi kekayaan kita yang sebenarnya bernilai jual apabila mulai kita kelola.

Jangankan dapat dijangkau dengan kendaraan, hanya dapat dijangkau dengan jalan kaki saja dapat mengundang banyak pengunjung bila ketenangan pengunjung menjadi jaminan kita. Jaminan keamanan kendaraan, jaminan tidak kelaparan, jaminan tidak ada gangguan dari orang jahat. Dan aku juga yakin mereka mau untuk membayar jasa-jasa jaminan yang kita tawarkan tersebut.

Bila kita hanya menunggu pemerintah, pegawai di semua kantor pemerintahan saat ini saja sebagaian besar kurang tenaga, tapi tidak bisa menambah tenaga karena kekurangan anggaran. Bagaimana mungkin pejabat pemerintah bisa menugaskan pegawainya di destinasi yang kita punya..?

Baca Juga:

Apa masalah yang menjadi kendala perjuanganmu membangun kepariwisataan daerahmu..?

Pertanyaan ini memang selalu menjadikan beberapa dari rencana kita menimbulkan titik kebuntuan, betapa sakitnya saat pertanyaan itu terlontar, alam bawah sadar kita langsung dikuasai ingatan-ingatan yang memaksa agar kita berfikir negatif.

Jaringan Internet
Akan Membantu kita memperkenalkan destinasi yang ada ke seluruh penjuru dunia
Saat pertanyaan itu terlontar, alam bawah sadar kita secepat 2000 mbps menampilkan visual saat-saat kita diremehkan dengan pernyataan “Mana mungkin bisa..!” yang juga bisa jadi terlontar dari sahabat yang paling kita harapkan bantuannya.

Bahkan, akan lebih sangat menyakitkan bila dukungan yang kita harapkan dari pemerintah tidak mendapatkan respon seperti yang kita inginkan. Padahal, kita datang bukan untuk meminta uang, kita datang hanya sekedar menyampaikan pemberitahuan bahwa ada potensi wisata yang sedang kita usahakan pengelolaannya.

Lebih menyakitkan dari itu semua, saat kita memerlukan dukungan dari keluarga, dari orang terdekat, kita mendapatkan keluh kesah mereka dengan keadaan perekonomian keluarga yang serba kekurangan. Mereka secara tidak langsung mengatakan “Hidup ini perlu uang..” Dan perjuangan ke-pariwisataan kita malah membuatnya semakin rumit, karena masih membutuhkan banyak pengorbanan.

Yah, di Provinsi Bengkulu permasalahannya hampir sama, masalah utamanya dana.

Mungkin kita butuh Inspirasi Tambahan
Hanya saja para Pioneer KPA Margapala pernah tidak menjadikan dana sebagai masalah, saat itu, wisata keluarga yang mereka inisiasi sempat menjadikan Margapala sebagai salah satu organisasi yang memiliki pasokan dana dari sumbangan sukarela pengunjung Wisata Alam Curug Tik Baes dan Wisata Edukasi Cagar Rafflesia Margapala yang mereka publikasikan.

KPA Margapala membuktikan, “Dana” bukanlah satu-satunya kebutuhan untuk awal perjuangan, dana juga bisa menjadi penjegal perjuangan.

Entah dengan alasan apa orang-orang yang tidak ikut memperjuangan inisiasi wisata tersebut mempertanyakan dana yang Margapala kumpulkan. Namun pertanyaan bagaimana mereka berjuang tidak pernah muncul kepermukaan. Sehingga untuk meredam gejolak, pemerintah desa Kuro Tidur dengan sangat terpaksa menghentikan kegiatan yang sangat mereka dukung.

Permasalahan ini juga hampir berlaku sama diseluruh wilayah Provinsi Bengkulu, bahkan juga menyentuh ke-pariwisata-an yang bukan berbasis kemasyarakatan dengan dana yang terbatas. Padahal, pengelola destinasinya hanya memungut kontribusi Rp 2.000 untuk kebersihan.

Yang sebenarnya Rp 2.000 itu tidak menjadi masalah bagi pengunjungnya, tapi cukup merepotkan beberapa orang yang menginginkan jatah bagian. Orang-orang yang siap repot itu mengangkat isu “Pungli” dan sebagainya, bila belum berhasil, orang-orang model ini memang siap repot demi merepotkan orang lain. Yang sebenarnya juga mudah menanganinya kalau tidak mau repot, beri mereka sedikit jatah.

Tapi bagaimana mungkin pemberian “Jatah” kepada orang-orang seperti itu bisa dilakukan leluasa oleh pemimpin organisasi kecil..?, tentu menjadi simalakama dan bisa menjadi boomerang yang menyerang pemimpin organisasi tersebut bila diketahui anggotanya yang paham betul pendidikan moral di bangku sekolah yang belum tercemar iplementasi keadaan sosial kita yang sebenarnya. 

Apakah masalahmu juga demikian..?

Bila itu semua telah menguasai alam bawah sadarmu, maka berdo’alah agar generasi setelahmu tidak berfikiran sama sepertimu. Bantulah mereka, dan do’akan perjuangan mereka. Beri mereka support sesuai kemampuanmu, dan jangan pernah tanyakan sesuatu yang membuat alam bawah sadar mereka menampilkan visual negatif seperti yang menguasaimu.

Kenapa artikel ini saya beri judul Mari Menjadi Penggiat Pariwisata dan Masuk Surga Sama-Sama..?

Seperti yang sudah diulas sebelumnya di awal, pariwisata dewasa ini secara bertahap menciptakan karakter bangsa yang lebih ber-Iman. Daerah yang menggiatkan ke-pariwisata-an tentunya akan berusaha untuk memiliki daya tarik bagi pengunjung, segala segi yang baik-baik akan diupayakan, keindahan, keramahan, keamanan, sehingga pengunjung merasa nyaman.

Lawan dari itu semua, segala sesuatu yang akan menjadi up negatif akan selalu diredam oleh daerah yang berusaha menarik kesan pengunjung. Bukankah membicarakan aib adalah dosa..?

Keindahan


Keindahan disini bukan berarti kemegahan, tapi lebih kepada suasana yang asri sehingga menampilkan aura ke-asri-an. Salah satu pendukung keindahan adalah kebersihan, ingat, “kebersihan adalah sebagian dari iman”. Dan, Tuhan juga menyukai yang indah-indah.

Sehingga, penggiat pariwisata tentu juga akan mengkampanyekan segala aspek untuk mendukung keindahan objek wisata, salah satunya kebersihan dan ke asrian. “Pahala orang yang mengajak kepada kebaikan dihitung sama dengan pahala yang mengajak tanpa mengurangi pahala orang yang melakukan kebaikan yang diajaknya.” Juga begitu sebaliknya. “Dosa orang yang mengajak kepada keburukan dihitung sama dengan dosa yang mengajak tanpa mengurangi dosa orang yang melakukan keburukan yang diajaknya”.

Keramahan


Penggerak kepariwisataan tentunya akan mensosialisasikan betapa berperannya keramahan warga suatu daerah. Tuhan menyukai hambanya yang ramah, dan tidak menyukai hambanya yang angkuh.


Keamanan



Begitu juga dengan keamanan, tentunya destinasi wisata yang tidak aman akan ditinggalkan para pengunjung, dan berita negatif mengenai keamanan akan cepat sekali tersebar. Sehingga kemanan juga merupakan kebutuhan mutlak yang pengunjung butuhkan, dan penggiat pariwisata tentunya akan berusaha memberikan pelayanan keamanan ini dengan sebaik mungkin.

Bukankah Tuhan juga menyukai orang-orang yang melakukan kebaikan dan berusaha mencegah kemunkaran..?

Bukankah Bengkulu juga bisa mewujudkan itu semua..?
Lalu apa lagi..!?

Bila destinasi yang kita tampilkan memiliki keindahan, dihuni oleh orang-orang yang ramah dan terjamin keamanannya, akan menjadi lebih menarik dari pada destinasi yang mungkin lebih megah dan mewah serta memiliki berbagai fasilitas, namun tidak memiliki salah satu dari tiga komponen penting tersebut.

Karena itu saya yakin betul, tidak ada yang salah dengan judul artikel ini.

Bagaimana dengan destinasi yang ada di dekatmu, apakah sudah memiliki pengunjung..?

Mari Menjadi Penggiat Pariwisata dan Masuk Surga Sama-Sama Mari Menjadi Penggiat Pariwisata dan Masuk Surga Sama-Sama Reviewed by Ipit Kalamintoena on 02.53 Rating: 5

Tidak ada komentar:

Diberdayakan oleh Blogger.